Kamis, 29 April 2010

Trip to Prasasti Ciaruteun

Pulang dari sebuah keperluan di daerah Ciampea, saya mampir di situs Batu Tulis Ciaruteun, Ciampea, Bogor. Dengan ditemani kuncen (juru kunci) situs tersebut yang bernama Pak Atma, saya mengunjungi situs-situs tersebut. Di Ciaruteun ada 4 (empat) situs, salah satunya masih terletak di tengah-tengah sungai, belum diangkat, dan belum diletakkan di tempat yang semestinya karena berbentuk prasasti dari batu yang sangat besar.

Situs pertama yang saya kunjungi adalah Prasasti Kebon Kopi (S006.52774 E106.69037), yang terletak di pinggir jalan desa, di samping sebuah sekolah dasar. Dinamakan prasasti Kebon Kopi karena prasasti ini ditemukan di kebun kopi milik seorang tuan tanah berkebangsaan Belanda, Jonathan Rig. Prasasti ini dibuat sekitar tahun 400 Masehi (H Kern 1917). Prasasti ini dikenal pula dengan Prasasti Tapak Gajah karena di atas prasasti itu terdapat cetakan sepasang kaki gajah dan tulisan jayavis halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam (Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa). Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra, dewa perang dan penguasa guntur. Menurut Pustaka Parawatwan I Bhumi Jawadwipa, parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Diberitakan juga bahwa bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah.

Prasasti kedua yang saya kunjungi adalah Prasasti Ciaruteun. Letaknya di seberang Prasasti Kebon Kopi agak ke dalam melewati jalan setapak. Prasasti berupa batu besar seberat delapan ton itu tampak kokoh sekali bernaung di bawah cungkup. Sepasang pandatala (tapak kaki) tampak tercetak jelas pada bagian atasnya dihiasi sederet tulisan berhuruf Palawa dan berbahasa Sangsekerta. Konon, tapak kaki tersebut adalah bekas tapak kaki Maharaja Purnawarman yang memimpin dan menguasai kerajaan Tarumanegara.

Dari informasi yang diberikan oleh juru kunci lokasi tersebut, pada awalnya, prasasti tersebut terletak di pinggiran sungai yang terletak kurang lebih seratus meter di bawah lokasi batu prasasti tersebut berada saat ini. Pada 2 Juni 1981, batu itu diangkat dan diletakkan di bawah cungkup seperti yang terlihat sekarang. Karena lokasi awal batu tersebut di tepi Sungai Ciaruteun, batu tersebut dikenal dengan nama Prasasti Ciaruten.

Di atas Prasasti Ciaruteun terdapat tulisan berbentuk puisi empat baris vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam (kedua [jejak] telapak kaki yang seperti [telapak kaki] Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara).

Situs ketiga yang saya kunjungi adalah Situs Batu Congklak (Batu Dakon) (S006.52661 E106.69022). Berbeda dengan kedua prasasti sebelumnya, pada situs Batu Congklak sama sekali tidak ditemukan tulisan-tulisan. Di sekitar Situs Batu Congklak terdapat dua buah batu menhir kecil. Pemberian nama Batu Congklak karena batu-batu tersebut memiliki cekungan mirip permainan congklak yang telah lazim dikenal masyarakat. Di situs ini juga tidak terdapat cungkup yang menaunginya sehingga praktis akan terkena sinar matahari dan hujan secara langsung.

Tidak jauh dari situs Batu Congklak, kita akan menemukan beberapa batu bekas penyanggah kayu tiang bangunan. Biasanya, tiang rumah panggung selalu dialasi batu-batu yang menghubungkannya ke tanah agar kayu tiang tersebut tidak langsung bersentuhan dengan tanah. Batu ini berwarna putih dan sepertinya terbuat dari batu pualam atau marmer setengah jadi. Memang, di dekat situs ini ada gunung kapur, yang memungkinkan batu-batu ini diambil dari daerah ini. Di sekitar tanah warga, batu-batu penyangga ini banyak ditemukan dan sebelumnya banyak yang dihancurkan untuk bahan bangunan karena ketidaktahuan warga. Dengan adanya batu-batu penyangga ini, kemungkinan pusat kerajaan Tarumanegara berada di daerah ini. Dengan melihat sebaran batu-batu penyangga ini, istana Kerajaan Tarumanegara ini cukup luas.

Sekitar tiga ratus meter dari situs Batu Congklak ke arah utara, menyusuri kebun singkong dan jalan setapak di tepi sungai, terdapat Prasasti Batu Tulis (S006.52328 E106.69109). Ukuran prasasti ini paling besar dibandingkan dengan ketiga prasasti lainnya dan bagian bawahnya masih terendam aliran sungai. Ukurannya yang cukup besar dan tentunya mempunyai bobot yang lebih berat ini pulalah yang menjadi alasan belum dipindahkan ke lokasi yang lebih memadai. Sederet tulisan dalam bahasa Sangsekerta juga terlihat cukup jelas pada batu ini, namun sayang sekali tidak ada literatur yang menjelaskan maknanya.




Secara keseluruhan, Prasasati Ciaruteun merupakan objek wisata yang mengandung nilai sejarah cukup menarik untuk dikunjungi. Sementara ini, yang baling banyak berkunjung ke Prasasti Ciaruteun adalah kunjungan siswa-siswa dari sekolah-sekolah di Bogor dan peneliti serta turis dari mancanegara, khususnya Jepan, Korea, dan Taiwan.


Bogor, 2009

Dadi M.H.B.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar