Minggu, 30 Mei 2010

Terputusnya Sejarah Bogor

Tanggal 3 Juni 2010, Kota Bogor genap berusia 528 tahun, sebuah usia yang sudah tidak bisa dikatakan muda untuk ukuran sebuah kota. Banyak kota seusia ini yang telah cukup maju dan berhasil menata diri sebagai sebuah kota yang membuat masyarakat di dalamnya sejahtera dan berbangga diri dengan kotanya.

Mungkin di antara ratusan ribu warga Bogor hanya sekian orang yang mengetahui kapan kotanya berulang tahun dan berapa tahun usianya. Sangat naif memang, tapi itulah yang terjadi.

Mungkin banyak di antara warga Bogor yang tidak mengetahui bahwa di wilayahnya pernah berdiri sebuah kerajaan Hindu pertama di Pulau Jawa, yaitu Kerajaan Tarumanagara. Walaupun letak pusat kerajaannya masih menjadi perdebatan beberapa pakar sejarah, beberapa peninggalan patut menjadi catatan tersendiri dan menjadi perhatian berbagai pihak. Misalnya, beberapa prasasti di Ciaruteun, Ciampea.

Mungkin banyak juga di antara warga Bogor yang tidak mengetahui bahwa di Bogor ini pernah berdiri sebuah kerajaan terbesar di wilayah Jawa Barat yang tidak pernah jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit, yaitu Kerajaan Pajajaran. Amukti Palapa yang dikumandangkan Gajah Mada untuk menaklukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit, ternyata tidak mampu menyentuh sedikit pun wilayah Pajajaran yang waktu itu berbatasan dengan Kerajaan Majapahit di daerah Cilacap. Seluruh Nusantara berhasil takluk di bawah kekuasaan Majapahit kecuali Pajajaran.

Bogor kini menjadi sebuah kota yang pembangunannya berkembang sangat pesat dan menjadi magnet bagi banyak orang untuk tinggal di wilayahnya, didiami oleh berbagai strata sosial masyarakat, baik warga yang telah turun-temurun menjadi penduduk Bogor maupun para pendatang yang berasal dari berbagai pelosok wilayah Indonesia dan mancanegara. Hal ini menyebabkan masyarakat Bogor sangat heterogen. Mungkin hal ini pula yang menyebabkan banyak di antara warga Bogor yang kurang mengetahui dan mengerti sejarah serta perkembangan Bogor.

Sejarah dan perkembangan Kota Bogor jangan sampai dilupakan oleh masyarakat dan pemerintah daerah. Bagaimanapun juga, sejarah dan perkembangan Kota Bogor adalah sebuah pola dan dasar bagi perkembangan pembangunan Kota Bogor untuk saat ini dan masa depan.

Masyarakat Kota Bogor memang seperti telah terputus dengan sejarah wilayahnya. Tidak seperti kota dan wilayah lain yang masih terhubung dengan masa lalunya. Sisa masa lalu kota-kota tersebut masih terbaca dan terjamah, tidak seperti masa lalu Bogor. Ada sebuah mata rantai yang terputus dan kabut yang menghalangi sehingga masa lalu Bogor tak tampak oleh generasi sekarang.

Sejarah Bogor memang sempat terputus sejak sirnanya Kerajaan Pajajaran karena serangan Kerajaan Banten yang dipimpin oleh Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1579. Prabu Ragamulya Suryakancana sebagai raja Pajajaran waktu itu memilih Pajajaran hancur daripada takluk di bawah kekuasaan Kerajaan Banten. Karena dihujani meriam berhari-hari, akhirnya benteng kota dan istana Pajajaran hancur lebur dan menyisakan reruntuhan yang tidak mungkin ditinggali lagi. Maulana Yusuf kemudian menjadikan wilayah Purasaba Pakuan (bekas keraton Pajajaran di sekitar Bondongan) sebagai daerah larangan (ambogori). Akhirnya wilayah Purasaba Pakuan menjadi daerah mati yang berpuluh-puluh tahun tidak dihuni oleh penduduk.
Pustaka Nusantara III/1 dan Negara Kertabhumi I/II memberitahukan tentang keruntuhan ini,

Pajajaran sirna ing ekadaca cuklapaksa weshakamasa sewu limanatus punjul siki ikang cakakala (Pajajaran sirna pada tanggal 11 bagian terang bulan wesaka tahun 1501 saka [diperkirakan tanggal 8 Mei 1579/Sabtu, 1 Muharram tahun alif].).”

Wilayah Bogor mulai menjadi perhatian ketika sisa-sisa keruntuhan Pajajaran ditemukan oleh pemerintah Hindia Belanda lewat ekspedisi yang dipimpjn oleh Scipio pada tahun 1687 dan Adolf Winkler pada tahun 1690.

Penemuan wilayah ini ditindaklanjuti oleh pemerintah Hindia-Belanda dengan membuka wilayah Bogor sebagai sebuah tempat peristirahatan bagi warga Belanda yang berada di Batavia. Oleh pemerintah Hindia Belanda, wilayah Bogor ini dinamai Buitenzorg yang berarti “tanpa kecemasan" atau "aman tenteram”. Dibukalah lahan-lahan untuk tempat tinggal dan peristirahatan, misalnya Istana Bogor sebagai tempat peristirahatan gubernur jenderal Hindia Belanda pada waktu itu, kompleks perumahan di Kota Paris, Kompleks perumahan di sekitar Taman Kencana, kompleks perumahan di daerah Sempur, dan lain-lain.

Mengetahui wilayah Bogor berpotensi untuk kawasan perkebunan dan pertanian, akhirnya pemerintah Hindia-Belanda mendirikan tempat-tempat penelitian tanaman dan hewan (Lands Plantentuin, Veeartsenijkundig Instituut), laboratorium, sekolah pertanian dan perkebunan (De Middelbare Landbouwschool), sekolah peternakan, institut kedokteran hewan (Nederlands-Indische Veeartsenschool), sekolah perikanan (Landbouwopleiding en Visvijvers), serta membuka lahan perkebunan dan pertanian dalam skala luas di wilayah Bogor (teh, kopi, karet).

Pada zaman Hindia-Belanda, Bogor terkenal sebagai pusat pengembangbiakan kuda pacu. Tak heran jika di Bogor pada waktu itu terdapat tempat pacuan kuda yang cukup besar pada zamannya.

Inilah sepintas perjalanan sejarah Bogor yang semakin hari semakin bergeser dari perkembangan awal dan potensi yang dimilikinya. Area pertanian, persawahan, dan peternakan di wilayah Bogor semakin menyempit. Sekolah pertanian dan peternakan semakin redup dan hilang ditelan kepentingan kapitalis. Tanah suburnya akhirnya banyak tertutupi semen untuk kepentingan industri, perumahan, dan perdagangan.

Yang tumbuh sekarang adalah wilayah pemukiman yang tidak terkendali, pertokoan besar yang semakin mematikan para pedagang kecil-tradisional, industri yang menempati wilayah yang bukan tempat semestinya, dan tata ruang kota yang tidak jelas arahnya. Sejuknya kota Bogor semakin hari semakin pudar, digantikan oleh panas menyengat di siang hari. Kemacetan semakin merajalela di hampir semua ruas jalan. Kandungan air tanah yang melimpah di wilayah Bogor menjadi “bancakan” para industri air mineral yang haus dan rakus menyedotnya.

Beberapa tahun ke depan, entah seperti apa wajah kota Bogor, apakah semakin indah, sejuk, dan nyaman, ataukah semakin semrawut dan menjadi “bancakan” berbagai pihak.

Bogor, 30 Mei 2010

1 komentar:

  1. kang punten...saya sedang mencoba menyusun sejarah di daerah kec.gunungsindur tepatnya didesa curug karen kokn katanya ada masjid yang pertama kali dibangun diwilayah tersebut yg menjadi salah satu bukti saksi sejarah...masjid itu tepat disamping rumah saya...saya bingung gmn cara mengorek sejarahnya ya..sedangkan itu dari cerita rakyat2 setempat

    BalasHapus